Showing posts with label Syariat. Show all posts
Showing posts with label Syariat. Show all posts

Thursday, August 12, 2010

FIQH PUASA BAGI MUSLIMAH - SALAM RAMADHAN


Puasa bagi Wanita - Fiqih Puasa bagi Muslimah
2009-08-21 | kajian_islam

Asslamu'alaikum Wr Wb

Dalam surat Al-Baqoroh : 183, Allah SWT memerintahkan umat Islam melaksanakan shiyam, untuk mencapai derajat taqwa. Perintah ini adalah umum, baik untuk pria maupun wanita. Tetapi dalam perincian pelaksanaan shiyam, ada beberapa hukum khusus bagi wanita. Hal ini terjadi karena perbedaan fithrah yang ada pada wanita yang tidak dimiliki oleh pria. Dalam kajian ini- insya Allah- akan dibahas hukum-hukum yang berkaitan dengan wanita secara khusus.

Panduan Umum

1.. Wanita sebagaimana pria disyari’atkan memanfaatkan bulan suci ini untuk hal-hal yang bermanfaat, dan memperbanyak menggunakan waktu untuk beribadah. Seperti memperbanyak bacaan Al-Qur’an, dzikir, do’a, shodaqoh dan lain sebagainya, karena pada bulan ini amal sholeh dilipatgandakan pahalanya.

2.. Mengajarkan kepada anak-anaknya akan nilai bulan Ramadhan bagi umat Islam, dan membiasakan mereka berpuasa secara bertahap (tadarruj), serta menerangkan hukum-hukum puasa yang bisa mereka cerna sesuai dengan tingkat kefahaman yang mereka miliki.

3.. Tidak mengabiskan waktu hanya di dapur, dengan membuat berbagai variasi makanan untuk berbuka. Memang wanita perlu menyiapkan makanan, tetapi jangan sampai hal itu menguras seluruh waktunya, karena ia juga dituntut untuk mengisi waktunya dengan beribadah dan bertaqorrub kepada Allah.

4.. Melaksanakan shalat pada waktunya (awal waktu) III. Hukum Berpuasa bagi Muslimah Berdasarkan umumnya firman Allah SWT (QS. Al-Baqoroh: 183) serta hadits Rasulullah SAW (HR.Bukhori & Muslim), maka para ulama’ ber-ijma’ bahwa hukum puasa bagi muslimah adalah wajib, apabila memenuhi syarat-syarat; antara lain: Islam, akil baligh, muqim, dan tidak ada hal-hal yang menghalangi untuk berpuasa.

Wanita Shalat Tarawih, I’tikaf dan Lailat al Qodr

Wanita diperbolehkan untuk melaksanakan shalat tarawih di masjid jika aman dari fitnah. Rasulullah SAW bersabda: ” Janganlah kalian melarang wanita untuk mengunjungi masjid-masjid Allah ” (HR. Bukhori). Prilaku ini juga dalakukan oleh para salafush shaleh. Namun demikian, wanita diharuskan untuk berhijab (memakai busana muslimah), tidak mengeraskan suaranya, tidak menampakkan perhiasan- perhiasannya, tidak memakai angi-wangian, dan keluar dengan izin (ridlo) suami atau orang tua. Shof wanita berada dibelakang shof pria, dan sebaik-baik shof wanita adalah shof yang di belakang (HR. Muslim).

Tetapi jika ia ke masjid hanya untuk shalat, tidak untuk yang lainnya, seperti mendengarkan pengajian, mendengarkan bacaan Al-Qur’an (yang dialunkan dengan baik), maka shalat di rumahnya adalah lebih afdlol. Wanita juga diperbolehkan melakukan i’tikaf baik di masjid rumahnya maupun di masjid yang lain bila tidak menimbulkan fitnah, dan dengan mendapatkan izin suami, dan sebaiknya masjid yang dipakai i’tikaf menempel atau sangat berdekatan dengan rumahnya serta terdapat fasilitas khusus bagi wanita. Disamping itu wanita juga di perbolehkan menggapai ‘lailat al qodr’, sebagaimana hal tersebut dicontohkan Rasulullah SAW dengan sebagian isteri beliau. (Lebih lanjut lihat panduan tentang i’tikaf dan lailat al qodr).

Wanita Haidh dan Nifas

Shiyam dalam kondisi ini hukumnya haram.

Apabila haid atau nifas keluar meski sesaat sebelum maghrib, ia wajib membatalkan puasanya dan mengqodo’nya (mengganti) pada waktu yang lain.

Apabila ia suci pada siang hari, maka untuk hari itu ia tidak boleh berpuasa, sebab pada pagi harinya ia tidak dalam keadaan suci.

Apabila ia suci pada malam hari Ramadhan meskipun sesaat sebelum fajar, maka puasa pada hari itu wajib atasnya, walaupun ia mandi setelah terbit fajar.

Wanita Hamil dan Menyusui

a.. Jika wanita hamil itu takut akan keselamatan kandungannya, ia boleh berbuka.

b.. Apabila kekhawatiran ini terbukti dengan pemeriksaan secara medis dari dua dokter yang terpercaya, berbuka untuk ibu ini hukumnya wajib, demi keselamatan janin yang ada dikandungannya.

c.. Apabila ibu hamil atau menyusui khawatir akan kesehatan dirinya, bukan kesehatan anak atau janin, mayoritas ulama’ membolehkan ia berbuka, dan ia hanya wajib mengqodo’ (mengganti) puasanya. Dalam keadaan ini ia laksana orang sakit.

d.. Apabila ibu hamil atau menyusui khawatir akan keselamatan janin atau anaknya (setelah para ulama’ sepakat bahwa sang ibu boleh berbuka), mereka berbeda pendapat dalam hal: Apakah ia hanya wajib mengqodo’ ? atau hanya wajib membayar fidyah (memberi makan orang miskin setiap hari sejumlah hari yang ia tinggalkan) ? atau kedua-duanya qodho’ dan fidyah (memberi makan):

a.. Ibnu Umar dan Ibnu Abbas membolehkan hanya dengan memberi makan orang miskin setiap hari sejumlah hari yang ditinggalkan.

b.. Mayoritas ulama’ mewajibkan hanya mengqodho’.

c.. Sebagian yang lain mewajibkan kedua-duanya; qodho’ dan fidyah.

d.. DR. Yusuf Qordhowi dalam Fatawa Mu’ashiroh mengatakan bahwa ia cenderung kepada pendapat yang mengatakan cukup untuk membanyar fidyah (memberi makan orang setiap hari), bagi wanita yang tidak henti-hentinya hamil dan menyusui. Tahun ini hamil, tahun berikutnya menyusui, kemudian hamil dan menyusui, dan seterusnya, sehingga ia tidak mendapatkan kesempatan untuk mengqodho’ puasanya. Lanjut DR. Yusuf al-Qordlowi; apabila kita membebani dengan mengqodho’ puasa yang tertinggal, berarti ia harus berbuasa beberapa tahun berturut-turut sertelah itu, dan itu sangat memberatkan , sedangkan Allah tidak menghendaki kesulitan bagi hambaNya.

Wanita yang Berusia lanjut

Apabila puasa membuatnya sakit, maka dalam kondisi ini ia boleh tidak berpuasa. Secara umum, orang yang sudah berusia lanjut tidak bisa diharapkan untuk melaksanakan (mengqodho’) puasa pada tahun-tahun berikutnya, karena itu ia hanya wajib membayar fidyah (memberi makan orang miskin).

Wanita dan Tablet Pengentas Haidh

Syekh Ibnu Utsaimin menfatwakan bahwa penggunaan obat tersebut tidak dianjurkan. Bahkan bisa berakibat tidak baik bagi kesehatan wanita. Karena haid adalah hal yang telah ditakdirkan bagi wanita, dan kaum wanita di masa Rasulullah SAW tidak pernah membebani diri mereka untuk melakukan hal tersebut. Namun apabila ada yang melakukan, bagaimana hukumnya ?. Jawabnya: – Apabila darah benar-benar terhenti, puasanya sah dan tidak diperintahkan untuk mengulang. – Tetapi apabila ia ragu, apakah darah benar-benar berhenti atau tidak,maka hukumnya seperti wanita haid, ia tidak boleh melakukan puasa. ( Masa’il ash Shiyam h. 63 & Jami’u Ahkam an Nisa’ 2/393)
Mencicipi Masakan

Wanita yang bekerja di dapur mungkin khawatir akan masakan yang diolahnya pada bulan puasa, karena ia tidak dapat merasakan apakah masakan tersebut keasinan atau tidak atau yang lain-lainnya. Maka bolehkah ia mencicipi masakannya ?. Para ulama’ memfatwakan tidak mengapa wanita mencicipi rasa masakannya, asal sekedarnya dan tidak sampai di tenggorokan, dalam hal ini diqiyaskan dengan berkumur. (Jami’u Ahkam an Nisa’).
Khotimah

Demikian panduan ringkas ini, semoga para wanita muslimah dapat memaksimalkan diri beribadah selama bulan Ramadhan tahun ini, untuk meraih nilai taqwa.

Friday, May 7, 2010

YOUR MOTHER


Who should I give my love to?
My respect and my honor to
Who should I pay good mind to?
After Allah
And Rasulullah

Comes your mother
Who next? Your mother
Who next? Your mother
And then your father

Cause who used to hold you
And clean you and clothes you
Who used to feed you?
And always be with you
When you were sick
Stay up all night
Holding you tight
That's right no other
Your mother (My mother)

Who should I take good care of?
Giving all my love
Who should I think most of?
After Allah
And Rasulullah

Comes your mother
Who next? Your mother
Who next? Your mother
And then your father

Cause who used to hear you
Before you could talk
Who used to hold you?
Before you could walk
And when you fell who picked you up
Clean your cut
No one but your mother
My mother

Who should I stay right close to?
Listen most to
Never say no to
After Allah
And Rasulullah

Comes your mother
Who next? Your mother
Who next? Your mother
And then your father

Cause who used to hug you
And buy you new clothes
comb your hair
And blow your nose
And when you cry
Who wiped your tears?
Knows your fears
Who really cares?
My mother

Say Alhamdulillah
Thank you Allah
Thank you Allah
For my mother.

Sunday, January 10, 2010

Wahai Gadis, Selamatkan Dirimu!

Kebelakangan ini, saya didatangi beberapa kes rogol yang melibatkan gadis bawah umur yang dirujuk pihak polis untuk pemeriksaan fizikal. Rata-rata kes tersebut melibatkan suspek yang dikenali oleh mangsa, dan mangsa-mangsa rogol tersebut dengan rela hati menerima ajakan atau pujukan suspek untuk ke tempat-tempat sunyi di mana akhirnya mereka diajak melakukan hubungan seks secara paksa. Sebelum ini juga, saya pernah menerima kes mangsa yang melakukan seks secara sukarela dengan teman lelaki tetapi diklasifikasikan sebagai rogol kerana mangsa masih di bawah umur.

Perasaan saya bercampur baur. Pertama, saya jijik dan marah pada lelaki yang menuruti kejahatan hawa nafsu mereka dan mengambil kesempatan terhadap gadis-gadis tersebut. Saya jadi seram dan takut memikirkan bahawa betapa banyak bahaya menanti wanita akibat kerakusan lelaki.

Kedua, saya sangat kasihan dengan nasib yang menimpa gadis-gadis tersebut, dalam usia yang sangat muda sudah dilanda trauma akibat dirogol. Lebih malang lagi, ada yang mengandung anak luar nikah akibat jenayah tersebut. Dan lebih menakutkan saya, ia menyebabkan pelbagai masalah sosial lain seperti pengguguran dan pembuangan anak.

Ketiga, lebih daripada rasa kasihan saya, dalam masa yang sama merasa sangat-sangat marah dengan ‘kenaifan’ gadis-gadis tersebut. Haruskah saya salahkan suspek semata-mata jika pada awalnya gadis-gadis tersebut telah ‘merelakan’ diri mereka terjebak dalam jenayah itu dengan merelakan diri mengikut lelaki tersebut.

Wahai gadis, janganlah terlalu naif. Tidakkah kalian tahu bahawa Allah melarang mendekati zina melalui pergaulan bebas dengan bersebab? Allah Maha Tahu bahawa hubungan terlarang antara lelaki dan perempuan akhirnya akan melorongkan mereka ke lembah penzinaan sama ada secara rela atau paksa. Maka, janganlah kerana ‘cinta’, kau biarkan maruahmu tergadai. Janganlah kerana ‘sayang’, kau biarkan masa depan mu terbengkalai.

Wahai gadis, Allah telah mensyariatkan kaum wanita untuk menutup aurat dengan sempurna serta menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan. Allah Maha Tahu yang terbaik untuk hamba-Nya, iaitu melalui syariat-Nya sahaja manusia akan selamat dari terjebak ke lembah kehinaan. Maka, janganlah kau melanggar syariat penutupan aurat yang telah diperintahkan-Nya. Jika kau masih sombong melanggar syariat-Nya, janganlah kau melenting jika disalahkan dirimu punca kepada kebinasaanmu sendiri.

Wahai gadis, hijablah pakaianmu dengan menutup aurat sepertimana yang diperintahkan-Nya, dan hijablah hatimu dengan mengerjakan solat serta memperbanyakkan mengingati-Nya. Selamatkan dirimu dari diperdaya manusia durjana dengan mentati perintah-Nya nescaya kau akan selamat jua di akhirat sana.

Wahai ibu bapa, didiklah anak-anak kalian. Ajarkan padanya akan bahayanya biusan hawa nafsu. Nasihatlah mereka supaya menjaga aurat dan pergaulan. Peringatilah mereka akan akibat daripada melanggar syariat. Laranglah mereka menuruti kebebasan. Marahlah mereka jika syariat dibelakangkan. Apakah sayang kalian hanya pada menuruti kehendak mereka, tanpa gusar memikirkan keselamatan jua nasibnya di ‘sana’? Apakah kalian rela menyaksikan mereka hancur di dunia yang fana ini dan tersiksa di neraka akhirat?

Wahai gadis, selamatkanlah dirimu!

Sunday, November 15, 2009

DON'T JUDGE A BOOK BY ITS COVER


Ungkapan ini kerap saya dengari, saya yakin anda juga mungkin kerap mendengarnya. Kata-kata dari wanita yang tidak menutup aurat yang sering mendakwa bahawa hatinya baik dan suci walaupun ia berpakaian seksi serta mendedahkan aurat.

"Orang wanita bertudung pun banyak yang jahat hari ini, berzina, khalwat dan macam-macam lagi" Katanya memberi buah fikirannya.

"Malah, kami juga baik, kami tak kacau orang, tak mengumpat dan buat benda-benda tak elok" tambah wanita ini lagi.

Benarkah hujjah mereka?. Benarkah penampilan luaran tidak terpakai di dalam Islam ?. Ada juga yang sudah semakin ‘advance' hujahnya lantas berhujjah dengan sebuah maksud hadith Nabi yang sohih iaitu :

"Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh, rupa luaran dan harta kamu, tetapi melihat kepada hati dan amalan kamu" (Riwayat Muslim)

Simpati bercampur kesal saya mendengar bagaimana terdapat orang yang sewenangnya berhujjah dengan hadith untuk menyokong nafsunya. Hanya digunakan Islam dalam hal yang selari dengan kehendaknya sahaja.

"Seorang pekerja yang dijumpai oleh majikannya sedang bermain ‘game' semasa waktu kerjanya sedangkan dokumen yang dipinta si boss masih tidak disiapkan, lalu si majikan berkata: "Macam mana kamu nak cemerlang dalam kerja kalau begini sikap kamu"

Lalu jawab si pekerja : " Saya luaran je nampak main ‘game' boss, tapi hati saya ikhlas dan saya kerja dengan cemerlang"

Adakah anda rasa si boss boleh menerima cakap pekerjanya itu ?. Adakah Allah SWT boleh mengganggap hati seseorang itu suci dan baik dengan melanggar perintahNya ?

Hakikatnya, sesuatu untuk baik dan suci mestilah ditentukan mengikut neraca Allah dan RasulNya, bukannya neraca pemikiran kita semata-mata. Jika merujuk kepada neraca Islam, Nabi SAW pernah bersabda ertinya :

"Ketahuilah, bahawa di dalam diri anak Adam itu ada seketul daging, yang bila ianya baik maka baik seseorang itu, dan apabila buruk, buruklah amalan seseorang itu, ketahuilah, ia adalah hati" (Riwayat Muslim)

Berdasarkan hadith ini, menurut neraca Islam kebaikan hati seseorang boleh dilihat di peringkat pertamanya dari tindak tanduknya. Ertinya, bila tindakannya sentiasa menyalahi kehendak dan hukum yang diletakkan Islam, ia adalah tanda kekotoran hatinya. Jika tindakan luarannya pula bertepatan dengan kehendak Islam, maka adalah harus ianya dianggap baik pada peringkat pertama iaitu neraca luaran orang ramai, adapun baik di peringkat kedua adalah samada hatinya bertujuan kerana Allah ata selainnya seperti sekadar menunjuk-nunjuk sahaja.

Justeru, 'we can judge a book by its cover in certain cases' iaitu apabila perkara asas Islam dilanggar, maka sudah tentu ‘that cover is reflecting what's inside the heart of a person'.

Menghukum berdasarkan yang zahir ini bertepatan dengan hadith :

إنما أنا بشر , وإنكم تختصمون إلىّ , ولعلّ بعضكم أن يكون ألحن بحجته من بعض , فأقضي بنحو ما أسمع , فمن قضيت له من حق أخيه شيئاَ فلا يأخذه , فإنما أقطع له قطعة من النار

Ertinya : Sesungguhnya aku hanya manusia, dan kamu sentiasa membawa kes pertikaian untuk di selesaikan olehku, dan mungkin sebahagian kami lebih cekap berhujjah dari sebahagian lainnya, maka aku telah memutuskan hukuman berdasarkan apa yang kudengari sahaja. Barangsiapa yang telah ku jatuhi hukuman dan hukuman itu mengambil hak yang lain (akibat kurang cekap pihak yang benar dalam berhujjah), maka jangalah kamu mengambilnya, sesungguhnya ia bakal menjadi sepotong api neraka" (Riwayat Abu Daud, Tirmidzi dan lain-lain ; Rujuk Naylul Awtar, 8/632, no 3920 )

Hadith ini dengan jelas menunjukkan seorang hakim dalam Islam akan membuat hukum berdasarkan info dan bukti zahir yang diberikan. Demikian juga dalam kes penutupan aurat, tanpa menutupnya adalah tanda keingkaran hati terhadap arahan Allah. Mana mungkin hati begini boleh dianggap baik oleh Islam.

Kaum wanita perlu menyedari bahawa dengan pembukaan auratnya, setiap lelaki yang melihatnya akan memperoleh dosa setiap kali ia memandang. Tetapi yang beratnya adalah si wanita bukan mendaat satu dosa bagi kesalahan itu, tetapi juga meraih setiap dosa semua lelaki yang memandangnya. Bayangkanlah berapa banyak dosa yang diperolehi hanya dengan pembukaan aurat di satu hari. Ia berdasarkan sabda Nabi SAW

من سن في الإسلام سنة سيئة فعليه وزرها ووزر من عمل بها من غير أن ينقص شيئاً

Ertinya : Sesiapa yang mempelopori sesuatu yang buruk, maka ke atasnya dosa dan dosa setiap orang yang membuatnya tanpa sedikit kurang pun dosanya.." ( Riwayat Ahmad dan lain-lain : Sohih )

Termasuklah dalam erti mempelopori, apabila seseorang itu mempelopori pembukaan auratnya di hari itu, yang menyebabkan lelaki melihatnya mendapat dosa. Pastinya, si wanita itu juga mendapat dosa tanpa kurang bagi setiap mata yang memandang. Adakah hati orang sebegini boleh dikira baik ? setelah gunungan dosa mengaratkan hatinya ?.

Sesungguhnya Allah itu maha adil dan maha pengasih. Segeralah mendapatkan kasih sayang Allah dengan mentaatinya. Bagi yang berdegil, tiada kata yang dapat diberikan kecuali ; Yakinilah bahawa Allah itu benar, RasulNya juga benar, Syurga dan Neraka juga benar. Jika mempercayainya maka mengapa tindakan masih seolah meraguinya. ?

Sekian

Zaharuddin Abd Rahman

http://www.zaharuddin.net/

Kuala Lumpur

Wednesday, December 26, 2007

Syari’at Qurban

Kebanyakan ulama fiqh berpendapat bahwa ibadah qurban (dengan penyembelihan haiwan ternak tertentu) merupakan syari’at dalam Islam. Hal ini ditegaskan dalam beberapa teks hadis. Di antaranya, seperti diungkapkan Anas ra. bahwa Nabi Saw menyembelih haiwan qorban dua kambing besar. (HR. Bukhari). Dalam teks hadis lain, Nabi Saw bersabda: “Barangsiapa yang memiliki kelebihan harta dan tidak mau berkorban, hendaknya tidak mendekati tempat ibadah kami”. (HR. Ibn Majah dan Ahmad).Zaid bin Arqam ra berkata: suatu saat beberapa sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, untuk apa kita berkorban?”. “Untuk mengikuti sunnah Nabi Ibrahim”, jawab Nabi Saw. “Mengapa kita harus mengikuti sunnah ini?”, tanya para sahabat. “Setiap helai rambut dari haiwan qurban akan menjadi amal kebaikan”, kata Nabi Saw. (Hadis riwayat Tirmidzi, Ibnu Majah dan al-Hakim).

Ibadah dengan penyembelihan haiwan qurban merupakan amalan yang paling utama pada Hari Raya Idul Adha. Amalan dimaksudkan sebagai bentuk ungkapan syukur kepada Allah Swt atas segala kurniaan yang diberikan, menghapus segala dosa yang dilakukan, di samping untuk membuka kesempatan kepada sanak saudara dan para tetangga menikmati karunia yang ada. Imam Syafie berpendapat hukum melakukan ibadah qurban ini adalah sunat Muakhadah iaitu sunah yang amat digalakkan atau dituntut ke atas setiap individu Muslim yang merdeka, berakal, baligh lagi rasyid serta berkemampuan melakukannya sama ada sedang mengerjakan haji ataupun tidak sekurang-kurangnya sekali seumur hidup. Walau bagaimanapun, makruh meninggalkan ibadah ini bagi orang yang mampu melakukannya.

Hukum qurban ini menjadikan wajib jika seseorang itu telah bernazar untuk melakukannnya atau telah membuat penentuan (at-ta'yin) untuk melaksanakannya seperti seseorang berkata "lembu ini aku jadikan qurban". Jika tidak dilakukan dalam keadaan ini maka hukumnya adalah haram.
Daging qurban wajib tidak dibenarkan untuk dimakan oleh yang empunya qurban dan tanggungannya.